skip to main |
skip to sidebar
Luang Phor Thuad

Luang Phor Thuad lahir pada tahun 1582 di Desa Suan Can, daerah
Chumphol, Sathing Phra di Songkla bagian selatan Thailand. Dengan Orang
tua bernama Khun Hu dan Mae Chan yang merupakan pasangan suami-isteri
dengan hidup sangat sederhana (miskin) serta tinggal di daerah kekuasaan
Raja Shrentthi Pan yang kaya raya. Kedua orang tua memberi nama "Pu"
(yang berarti kepiting) pada Luang Phor Thuad yang masih kecil.
Saat usia Pu (Luang Phur Thuad) kurang dari 6 bulan, Dia ditaruh di atas
handuk di bawah bayangan pohon dekat sawah ketika ibunya bekerja. Pada
siang hari ibunya beristirahat dari kerja-nya dengan tujuan untuk
menyusui si anak. ketika ibunya berjalan ke arah bayi itu, si Ibu
melihat seekor ular phyton yang sangat besar melingkari tubuh sang bayi,
dengan seketika ibunya menjerit untuk minta tolong. Para penduduk pun
banyak yang mengambil pisau, kapak dan alat pemukul. Ular phyton itu
lalu melotot dan tidak bergerak.
Orang-orang disekitarnya terpaku diam dan tidak tahu untuk berbuat apa.
Tidak seorangpun yang berani untuk memulai menyerang, dan tiba-tiba
ibunya mendapatkan ide, ibunya teringat akan cerita dongeng bahwa ular
ini mungkin penglihatan kiriman dari dewa. Dengan cepat si ibu memetik 7
bunga liar dengan warna yang berbeda dan menggunakan daun sebagai alas
bunga-bunga itu, berlutut dan menutup mata serta dengan konsentrasi
berdoa. Lalu ular itu memuntahkan sebuah batu crystal di dada si bayi
dan dengan segera pergi. Batu crystal ini sangat mengkilau dan para
penduduk pun berkumpul untuk melihat batu ini. lalu si ibu menyimpan
batu itu dan membawanya pulang.
Seorang kaya menawar crystal itu dengan harga tinggi, tetapi ibu-nya
tidak berniat untuk menjualnya, Si kaya memaksa si ibu lalu akhirnya si
ibu hanya menghadiahkan batu itu kepada-nya. Orang kaya itu sangat
senang, tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 3 hari,
semua anggota keluarganya jatuh sakit. Dengan mencari jawaban dari
medium bahwasannya dia menyimpan sesuatu yang bukan dimilikinya dengan
benar. hanya sang bayi yang berhak memiliki-nya.
Karena ketakutan orang kaya itu mengembalikan batu crystal itu kepada
ibu si bayi. dalam waktu 3 bulan, uang dan kekayaan mengalir seperti
alir mengalir saja. Kedua orang tua Luang Phor Thuad menjadi kaya raya
sehingga para tetangganya merasa iri. Mereka mencuri Crystal itu tapi
tiba2 seekor ular Phyton mengejar mereka sampai akhirnya Crystal itu
dilempar ke sebuah lubang. Kemudian melalui mimpi, seorang dewa memberi
tahu dimana Crystal itu berada kepada kedua orang tua-nya. Setelah
Crystal itu ditemukan..kedua orang tuanya mengabdikan diri kepada Sang
Buddha, mereka dengan baik hati menolong orang-orang miskin, memberi
persembahan kepada anggota Sangha dan membangun tempat-tempat ibadah.
Luang Phor Thuad mulai belajar ajaran Buddhist di Vihara mulai umur 5
tahun. Karena begitu berbakat, dia menguasai semua pelajaran yang
dikuasai gurunya hanya dalam waktu 1 tahun. Dia pergi ke vihara lain di
seberang lembah melewati hutan rimba untuk mendapatkan ajaran2 yang
lebih lanjut setiap hari. Dia menjadi bikhu pada umur 12 tahun dan
mengabdikan diri pada Dharma sepenuhnya. Ayahnya meninggal pada usia 72
tahun yaitu ketika Luang Phor Thuad menginjak usia 30. Untuk mempelajari
ajaran Buddha lebih mendalamnya lagi, dia meninggalkan ibunya dan pegi
ke provinsi lain.
Dari lokasi sekarang ini Wat pakok, Singora, Thailand..Luang Phor Thuad
menaiki kapal ke utara ke provinsi Ayuthaya (dulunya ibukota dari
Thailand). Setelah menaiki kapal selama setengah hari, kapal itu bertemu
badai yang sangat ganas. Kapal itu berguncang dan para penumpang sangat
ketakutan. karena badai itu, kapal itu tidak sampai ke tujuan karena
terapung-apung selama beberapa hari. Persediaan air pun semakin menipis.
Karena itu pemilik kapal berpikir bahwa perjalanan sebelumnya selalu
saja mulus, dan mengambil kesimpulan bahwa bencana ini pasti disebabkan
karena bikhu ini. Mereka merencanakan untuk mendorong-nya ke laut. Luang
Phor Thuad dapat merasakan apa maksud dari para pemilik kapal ini lalu
menghibur mereka agar jangan khawatir karena air minum sangat banyak di
sekitar mereka. Dia mengeluarkan kaki-nya keluar kapal dan badainya
langsung reda. dengan kaki-nya dia menggambar lingkaran di atas
permukaan air laut dan menyuruh pemilik kapal untuk mengambil air dari
dalam lingkaran itu untuk air minum.
Para pemilik kapal pertama kali marah karena mereka tidak percaya bahwa
air laut bisa diminum. Setelah ada kata jaminan Luang Phor Thuad, lalu
mereka mencoba untuk meminumnya dan memang benar bisa diminum. tapi satu
orang dengan sengaja meminum air di luar lingkaran dan memang terasa
asin. Pemiik kapal itu terkagum-kagum dan akhirnya mereka tidak berani
mencelakai Luang Phor Thuad.
Hari berikutnya, kapal itu sampai di provinsi Ayuthaya. Luang Phor Thuad
berjalan beberapa mil dan bergembira karena didapatinya sebuah Vihara
ada di depan nya. Bikhu dari Vihara ini menolak kedatangan Luang Phor
Thuad karena melihat Luang Phor Thuad mengenakan jubah yang jelek
(miskin). Lalu dia akhirnya mengarahkan langkahnya ke Vihara tua yang
tidak begitu jauh dari situ. Penjaga tua dari Vihara ini menyambut-nya
dan memberi tempat berteduh baginya. Dia tinggal disana untuk
mempelajari kitab suci, untuk memberi penghormatan pada Buddha dan
belajar meditasi selama setengah tahun.
Pemerintah dari negara tetangga, Raja Sri Lanka mengirimkan 7 bikhu ke
Procinsi Ayuthaya untuk menguji pencapaian dari bikhu-bikhu di Thailand.
Para Bikhu Sri Lanka ini membawa 12 mangkuk yang di dalamnya terdapat
84.000 kata-kata. Kata-kata ini untuk disusun menjadi suatu Sutra dalam
kurun waktu 1 minggu. Jika ini bisa berhasil, raja Sri Lanka akan
menyiapkan hadiah kepada Thailand berupa 7 Kapal yang terbuat dari emas.
Tetapi bila gagal, Thailand harus menyerahkan kedaulatan negara mereka
kepada Sri Lanka. Raja Thai mengumpulkan semua bikhu-bikhu yang terkenal
untuk menyelesaikan masalah ini. banyak yang mencoba tapi semuanya
gagal .
Sehingga pengumuman pun dibuat oleh kerajaan untuk mencari seseorang
yang bisa menyelesaikan tugas ini. Pada hari ke-empat, Sang Raja
bermimpi Seekor gajah putih sedang mengeluarkan suara (seperti terompet)
disertai sinar yang menyilaukan. Raja mencari peramal dan si peramal
mengatakan bahwa ini pertanda baik dimana seorang bijaksana akan muncul
untuk menyelesaikan masalah ini.
Luang Phor Thuad tiba di rumah seorang kaya, orang-orang di situ lagi
membicarakan topik yang sangat serius. Lalu mereka melihat Luang Phor
Thuad memegang mangkuk berdiri di depan pintu. Pemilik rumah dengan
penuh hormat mempersembahkan makanan kepada Luang Phor Thuad. Pemilik
rumah merasakan bahwa bikhu di depan ini memiliki penampilan yang luar
biasa. Pemilik rumah menghaturkan hormat dan memberitahukan bahwa
nantinya reputasi negara ini dalam ajaran Buddhist akan dipermalukan
bila tidak ada yang dapat menjawab tantangan dari negara tetangga, serta
pemilik rumah menanyakan bila Luang Phor Thuad bisa membantu. Luang
Phor Thuad membalas bahwa dia akan membantu. Pemilik rumah sangat
gembira dan bermaksud untuk segera mengundang Luang Phor Thuad untuk
menemui Raja. Luang Phor Thuad mengatakan untuk jangan terburu-buru dan
akan datang besok pagi.
Setelah Luang Phor Thuad pergi, pemilik rumah mengabari sang Raja. Pagi
berikutnya, Raja mengirimkan kereta kuda khusus untuk menyambut Luang
Phor Thuad ke kerajaan. Pada saat tiba, dia dikawal para pejabat ke
pintu masuk kerajaan. Langkahnya yang keras seiring Luang Phor Thuad
berjalan dengan kaki telanjang. Raja dan para pejabat semuanya diam.
Sekitar setengah jam kemudian, Bikhu dari negara tetangga datang.
Setelah saling menghaturkan salam, Luang Phor Thuad mulai menyusun
kata-kata itu. 12 mangkuk disebarkan di meja. Dia menutup matanya dan
menyusunnya dengan kedua tangannya. setelah 15 menit kemudian, dia
mengatakan bahwa ada 5 kata yang hilang.
Ketujuh Bikhu Sri Lanka itu diam saja, kemudia Luang Phor Thuad
memperingatkan mereka jika tidak ada yang mau mengeluarkan kata-kata
yang hilang tersebut, maka mereka akan mati dengan tengkorak kepala yang
pecah. Orang yang melakukan kejahatan itu kemudian merasa takut dan
mengeluarkan kata-kata yang hilang itu. Dengan mata tertutup, Luang Phor
Thuad menggunakan kekuatan gaib untuk menyusun kata-kata itu, dan
akhirnya jadilah sebuah Sutra yang lengkap. Melihat Thailand tak
terkalahkan, ketujuh Bikhu tadi mempersembahkan 7 kapal yang terbuat
dari emas dan mereka dengan segera meninggalkan Thailand. Sejak saat itu
nama Luang Phor Thuad jadi terkenal di seluruh negara Thailand, dia
dipandang sebagai Bikhu Buddhist yang suci dalam sejarah Thai.
Luang Phor Thuad berdiam di Ibukota untuk beberapa tahun sampai pada
saat dia mendapat berita bahwa ibu-nya mengidap penyakit yang serius.
Luang Phor Thuad bergegas kembali ke selatan tidak lama setelah ibunya
meninggal pada umur 78. Setelah pemakaman ibunya, dia tinggal di
Singora, Thailand.
Gubernur dari daerah selatan yang bermarga Phang dengan perawakan muka
yang agak hitam mempunyai keinginan untuk membangun Vihara Buddhist. Dia
datang ke Singora untuk mencari seorang bikhu yang termasyur untuk
sebagai pemimpin. Pada malam setelah matahari terbenam, dia melihat
seorang bikhu tua berjalan di sepanjang pantai, meninggalkan jejak
surya. Dia mengetahui bahwa inilah bikhu yang tepat untuk didekati. Dia
maju untuk menyambut bikhu tua itu dengan hormat dan menceritakan
keinginannya untuk membangun Vihara di Pattani. Sebenarnya Luang Phor
Thuad sudah tahu keinginan orang ini melalui kekuatan batin-nya. Luang
Phor Thuad menyetujuinya dan ikut dengan si gubernur Phang ke Pattani.
Saat pembangunan Vihara itu telah selesai, maka diberi nama Wat
ChangHai. Luang Phor Thuad menjadi kepala di Vihara ini sampai dia
meninggal pada umur 120 tahun.
Sumber : Berbagai Sumber.
No comments:
Post a Comment