Lima hari setelah lahirnya sang bayi, Raja Suddhodana memanggil sanak
saudaranya bersama-sama 108 Brahmana untuk merayakan kelahiran anak
pertamanya dan juga untuk memilih nama yang baik.
Pada waktu itu, Raja bertanya kepada para Brahmana yang mahir dalam
ilmu ramal meramal. Tujuh dari mereka berkata bahwa, putra raja kelak
akan menjadi raja dari segala raja (Cakkavati) atau akan menjadi Buddha
hanya Seorang Brahmana termuda yang bernama Kondanna, meramalkan
dengan pasti bahwa sang bayi kelak akan menjadi Buddha.
Nama untuk sang bayi yang dipilih ialah Siddhartha, dengan nama
keluarganya Gotama/Gautama. Siddhartha berarti: Tercapailah segala yang
dicita-citakannya.
Tujuh hari setelah Pangeran Siddhartha lahir, Ratu Maya meninggal
dunia. Raja Suddhodhana menikah lagi dengan Putri Pajapati, yang
merupakan adik dari Ratu Maya. Ratu baru ini yang kemudian diserahkan
tugas untuk merawat sang bayi.
Setelah putra raja itu berumur beberapa tahun, ayahnya mengajaknya ke
perayaan pesta membajak. Raja sendiri turut membajak bersama para
petani. Selama perayaan berlangsung ramai, dayang-dayang juga terlena.
Mereka lupa mengawasi dan menjaga Pangeran Siddhartha karena ingin
menyaksikan kemeriahan pesta. Ketika kembali, mereka sangat heran
melihat sang pangeran kecil sedang duduk bersila, melakukan meditasi.
Secepatnya seseorang dikirim untuk memberitahu Raja Suddhodhana.
Diiringi para pengikut dan petani, datanglah rombongan
berbondong-bondong menyaksikan kejadian yang aneh itu. Memanglah
demikian. Sang pangeran kecil sedang bermeditasi, kaki bersila, tanpa
menghiraukan sekelilingnya. Sama sekali dia tidak terusik dengan
kebisingan sekelilingnya. Ditambah satu keganjilan lagi, ialah bayangan
pohon jambu tempat pangeran bernaung tidak mengikuti perubahan letak
matahari, melainkan tetap menaungi sang pangeran. Melihat peristiwa ini,
untuk kedua kalinya sang raja memberi hormat kepada putranya itu.
Waktu itu pangeran berusia tujuh tahun. Raja memerintahkan untuk
membuat tiga buah kolam di istana, satu berisi teratai biru, yang satu
lagi berisi teratai merah, dan yang terakhir berisi teratai putih. Raja
juga mengeluarkan perintah agar kemana pun pangeran pergi, harus
dilindungi sebuah payung indah, baik siang maupun malam. Itu adalah
lambang keagungannya.
Semasa kecil, Pangeran Siddhattha hidup dalam kemewahan dan dirawat
oleh para pengasuh sebaik mungkin. Seluruh pengiring-Nya muda-muda,
berpenampilan menarik, cantik, tampan, dan berbadan lengkap. Jika ada
yang sakit, maka orang itu tidak diijinkan tinggal di istana dan akan
digantikan oleh orang lain. Sang pangeran di kenakan beraneka ragam
perhiasan, kalung bunga, minyak wangi dan pernak-pernik yang semerbak.
Tutup kepala, jubah, dan mantel-Nya seluruhnya didatangkan dari Negara
Kasi. Untuk menyenangkan hati Pangeran Siddhattha, Raja Suddhodana
membuatkannya tiga kolam teratai di istananya, yaitu Kolam Uppala dengan
teratai birunya, Kolam Paduma dengan teratai merahnya, dan Kolam
Pundarika dengan teratai putihnya.
Ketika Pangeran Siddhattha berusia tujuh tahun, Ia mulai menjalani
pendidikan-Nya. Kedelapan brahmana terkemuka, yang dahulu diundang raja
untuk meramalkan masa depan pangeran, menjadi guru-guru-Nya yang
pertama. Setelah guru-guru tersebut mengajarkan semua pengetahuannya
kepada pangeran, Raja Suddhodana mengutus-Nya untuk berguru kepada guru
lain bernama Sabbamitta. Brahmana Sabbamitta yang tinggal di daerah
Udicca, berasal dari keturunan terkemuka dan ahli dalam bahasa dan tata
bahasa, serta fasih dalam Kitab Veda dan keenam Vedanga yang terdiri
dari ilmu fonetik, ilmu persajakan, tata bahasa, ilmu tafsir, ilmu
perbintangan, dan upacara keagamaan.
Sang Pangeran mampu mempelajari semua mata pelajaran yang Ia terima
dari guru-Nya, termasuk ilmu kemiliteran, bela diri seperti tinju,
gulat, anggar, dan berkuda. Ia adalah siswa yang terpandai dan terbaik
dalam segala hal bahkan menjadi lebih pandai dari guru-guru-Nya. Ia
adalah siswa yang paling bijak dan satu-satunya yang banyak bertanya
kepada para guru dan kakak seperguruanNya. Ia juga anak yang terkuat,
tertinggi, dan tertampan di kelas. Meskipun Pangeran Siddhattha adalah
siswa yang terpandai, Ia tidak pernah lalai dalam bersikap santun dan
memberikan penghormatan yang sepantasnya terhadap guru-guru-Nya.
Bodhisatta tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Ketika Ia sedang tidak
ada pekerjaan, Ia akan menyendiri di tempat yang tenang dan berlatih
meditasi. Dan meskipun Ia juga terlatih dalam seni memanah dan dalam
pemakaian senjata, tetapi Ia tidak suka melukai makhluk lain. Ia juga
menghindari pembunuhan atau penganiayaan hewan jinak sekalipun, seperti
kelinci dan kijang.
No comments:
Post a Comment